Minggu, 29 Oktober 2017

Keutamaan Anjing atas Sebagian Manusia yang Berakal

Keutamaan Anjing atas Sebagian Manusia yang Berakal
(تفضيل الكلاب على كثير ممن ارتدى الثياب)

Oleh :
Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah, Lc.
–hafizhahullah-

Sebuah keutamaan besar bagi manusia, Allah anugerahkan kepadanya akal yang mampu membedakan antara yang baik dan buruk.

Dengan akal, manusia punya kasih dan perasaan kepada sesama.

Akal itu membantu dirinya dalam memahami wahyu yang Allah turunkan kepada para nabi dan rasul. Akal ibarat pelita yang digunakan dalam mengarungi perjalanan yang diselimuti oleh kegelapan.

Manusia telah diciptakan dengan bentuk yang paling sempurna. Andai seluruh makhluk berkumpul dan bekerja sama dalam menciptakan makhluk yang bernama "manusia", niscaya mereka tak mampu!!

Maha Suci Allah -Azza wa Jalla- yang telah berfirman dalam Surah At-Tiin: 4-6,
{لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (5) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ (6) } [التين: 4 - 7]
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya . Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya".

Al-Imam Abu Abdillah Al-Qurthubiy -rahimahullah- berkata,
"فَهَذَا يَدُلُّكَ عَلَى أَنَّ الْإِنْسَانَ أَحْسَنُ خَلْقِ اللَّهِ بَاطِنًا وَظَاهِرًا، جَمَالَ هَيْئَةٍ، وَبَدِيعَ تَرْكِيبٍ الرَّأْسُ بِمَا فِيهِ، وَالصَّدْرُ بِمَا جَمَعَهُ، وَالْبَطْنُ بِمَا حَوَاهُ، وَالْفَرْجُ وَمَا طَوَاهُ، وَالْيَدَانِ وَمَا بَطَشَتَاهُ، وَالرِّجْلَانِ وَمَا احْتَمَلَتَاهُ." اهـ من تفسير القرطبي (20/ 114)
"Ini menunjukkan kepada anda bahwa manusia adalah makhluk Allah yang paling bagus secara batin dan lahiriahnya; dalam hal keindahan postur tubuhnya, kehebatan susunannya beserta sesuatu yang ada padanya, dada beserta sesuatu yang ia kumpulkan, perut beserta kandungannya, kemaluan beserta sesuatu yang ia kandung, kedua tangan beserta sesuatu yang ia pegang, dan kaki beserta sesuatu yang ia bawa". [Lihat Al-Jami' li Ahkam Al-Qur'an (20/114), karya Al-Qurthubiy,takhrij  Dr. Mahmud Hamid Utsman, cet. Dar Al-Hadits, 1416 H]


Dengan segala bentuk kesempurnaan dan anugerah Allah kepada manusia, namun sayangnya banyak manusia yang merendahkan dirinya dengan berbagai maksiat dan pelanggaran yang ia lakukan.

Semula ia diberi kemuliaan penciptaan dan fitrah oleh Allah -Azza wa Jalla-, tapi ia campakkan semua itu sehingga dirinya bukan lagi makhluk yang termulia, bahkan ia makhluk yang terhina dan paling rendah.

Saking rendahnya, ia lebih redah dibandingkan hewan-hewan yang tidak diberi akal.

Allah –azza wa jalla- berfirman,
{وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُون} [الأعراف: 179]
"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagaikan binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka Itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al-A'raaf : 179)

Al-Hafizh Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy -rahimahullah- berkata,
"يَعْنِي: لَيْسَ يَنْتَفِعُونَ بِشَيْءٍ مِنْ هَذِهِ الْجَوَارِحِ الَّتِي جَعَلَهَا اللَّهُ سَبَبًا لِلْهِدَايَةِ." اهـ من تفسير ابن كثير ت سلامة (3/ 513)
"Maksudnya, mereka tidak mengambil manfaat dari organ-organ tubuh tersebut yang telah dijadikan oleh Allah sebagai sebab untuk mendapatkan hidayah". [LihatTafsir Ibnu Katsir (3/513), tahqiq Sami bin Muhammad Salamah, cet. Dar Thoibah, 1420 H]

Bila seseorang yang tidak menggunakan hatinya untuk memahami ayat-ayat Allah, matanya tak digunakan membaca ayat Allah dan telinganya tak digunakan untuk mendengarkan ayat-ayat Allah, maka orang yang seperti ini akan menjadi orang-orang yang jauh dari kebenaran dan tak akan mendapatkan hidayah dari allah -Azza wa Jalla-.

Orang yang seperti ini ibarat binatang yang tidak memiliki hati yang digunakan untuk berpikir. Bahkan lebih buruk dibandingkan binatang, karena ia telah diberi hati, mata dan telinga, namun semua itu tidak digunakan dalam mencari keridhoan Allah -Azza wa Jalla-.

Mungkin anda pernah bertemu dengan orang yang seburuk ini. Ia memiliki hati, namun hatinya tak digunakan mentadabburi ayat-ayat dan sunnah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, bahkan ia gunakan untuk memikirkan perkara-perkara yang terlarang.

Hatinya bukan digunakan untuk memikirkan dan menghafal ayat-ayat, tapi dipakai menyimpan dan menghafal lagu-lagu yang dimurkai oleh Allah.

Dia gunakan untuk memikirkan wanita lain yang bukan mahramnya!!

Orang-orang semodel ini memiliki mata, tapi bukan digunakan untuk membaca dan mentadabburi hal-hal yang bermanfaat untuk dunia dan akhiratnya. Namun ia pakai melihat aurat wanita.

Dia punya pendengaran, namun ia penuhi pendengarannya dengan musik. Padahal telah diketahui bersama bahwa musik dalam syariat Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- adalah perkara yang diharamkan.

Fenomena banyaknya manusia yang tak menggunakan akal, mata dan pendengarannya serta organ-orang tubuh yang lainnya dalam perkara-perkara yang dicintai oleh Allah, membuat orang-orang berakal sehat dari kalangan pengikut setia para rasul bergeleng-geleng kepala.

Tak heran bila ada seorang ulama yang bernama Muhammad bin Kholaf bin Al-Marzuban Al-Baghdadiy (wafat 309 H) menulis sebuah kitab yang berjudul"Fadhl Al-Kilaab ala Katsirin mimman Labitsa Ats-Tsiyaab" (Keutamaan Anjing atas Kebanyakan Orang yang Menggunakan Pakaian).

Beliau menjelaskan beberapa perkara yang menunjukkan keutamaan anjing yang merupakan binatang yang paling hina dan menjijikkan dibandingkan kebanyakan manusia-manusia lalai yang tak menggunakan akal sehatnya.

Bila seseorang memperhatikan anjing, maka ia akan mendapati bahwa anjing itu amat penyayang kepada majikannya dibandingkan seorang ayah terhadap anaknya.

Lihatlah anjing bila ia menjaga majikannya dan keluarganya, ia ada atau tidak, ia tidur atau terjaga, anjing tak akan teledor dari tugasnya, walaupun terkadang sang majikan berbuat kasar kepadanya; ia tak akan menghinakan majikannya, walapun si majikan menghinakannya.

Bila dibandingkan dengan manusia-manusia di zaman ini, maka kita akan malu di hadapan anjing. Sebab, berapa banyak orang diantara kita bila diberi amanah, namun ia akan berbuat curang dan khianat kepada atasan atau orang yang memberinya amanah sehingga muncullah istilah "pagar makan tanaman" atau"jeruk makan jeruk".

Dari sinilah bermunculan aksi korupsi, pencurian, pemerkosaan anak kandung dan sederet pengkhianatan lainnya!!

Para pembaca yang budiman, diantara sifat anjing, ia senantiasa takut kepada majikannya.

Begitulah sifat orang-orang sholih yang selalu takut kepada Allah, Sang Pemilik alam semesta.

Sementara kebanyakan manusia lalai diantara kita, ia tak pernah takut kepada Allah!! Dengan bebasnya ia bergumul dalam maksiat.

Tak ada rasa takut bila ia berbuat syirik, kekafiran dan pelanggaran lainnya. Rumah-rumah bordir dan diskotik dipenuhi oleh manusia yang berakal, namun hati dan akalnya tak berfungsi. Na'udzu billah…

Anjing tidaklah memiliki rumah, selain rumah majikannya.
Ini merupakan symbol kuatnya tawakkal mereka. Sifat tawakkal inilah yang layak kita contoh dari mereka.

Binatang saja bisa bertawakkal, mengapa kita sebagai manusia tak mampu bertawakkal kepada Allah?

Karenanya, seorang mukmin selayaknya berusaha mencari penghidupan untuk diri dan tanggungannya sambil menyandarkan urusan kepada Allah.

Bila berusaha mencari rezeki, lalu gagal, maka seorang yang bertawakkal tak sepantasnya frustasi, apalagi stres atau bahkan bunuh diri!!!

Dunia hanyalah sementara bagi orang-orang beriman untuk memetik bekal menuju akhirat. Orang jadi miskin atau gagal dalam urusan dunia, bukanlah tolok ukur bahagia tidaknya seseorang di sisi Allah.

Sifat lain yang dimiliki anjing, ia tidak tidur di malam hari, kecuali sedikit.

Demikian itulah sifat orang-orang yang menginginkan kebaikan dan pahala.

Di malam hari, ia bangun melaksanakan sholat tahajjud, sementara manusia tertidur lelap. Di siang hari ia bekerja dan beribadah.

Allah -Azza wa Jalla- berfirman,
{كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ } [الذاريات: 17]
"Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam". (QS. Adz-Dzariyaat : 17)

Begitulah kehidupan Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabat, sedikit tidur demi menghambakan diri di hadapan Allah.

Bukan seperti kebanyakan manusia di zaman ini, mereka banyak tidurnya dibandingkan ibadahnya.

Ada juga diantara mereka yang sedikit tidurnya, namun ia bukan begadang untuk kebaikan akhiratnya.

Dia begadang dalam maksiat dan perbuatan sia-sia, seperti mereka yang menghabiskan malamnya ngobrol (lewat telepon, SMS,  chating dan sejenisnya) dengan lawan jenisnya demi mengumbar syahwat.

Matanya mampu terbelalak dan menangis karena godaan kekasih. Sementara matanya tak pernah menangis karena takut kepada Allah.

Sifat lain bagi anjing, ia tidak mewariskan apapun bagi keturunannnya bila ia mati.

Dari sini ada isyarat tentang sifat zuhud. Sebab, seorang yang zuhud senantiasa memperhatikan dan mengutamakan kebaikan yang ia akan raih di negeri akhirat dibandingkan kepentingan duniawinya, sehingga ada sebagian diantara mereka yang tidak meninggalkan apapun untuk keluarga dan anak-anaknya, kecuali Allah -Azza wa Jalla-, seperti yang dialami oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dan sebagian sahabat -radhiyallahu anhum-.

Para pembaca yang budiman, anjing juga memiliki sifat kesetiaan yang tinggi.

Ini terlihat bila majikannya berbuat apapun, maka ia tak akan meninggalkannya, walaupun si majikan berbuat kasar dan memukulnya.

Ini adalah sifat setia dan sabar yang terdapat pada diri anjing. Berbeda dengan sebagian orang yang ada di zaman kita ini saat ia mencari suatu kebaikan dari seorang guru, lalu gurunya berbuat kasar dan tidak sopan –menurut penilaiannya-, maka ia akan lari dan gulung tikar, seraya membenci dan memusuhi gurunya.

Sifat qona'ah juga terdapat pada anjing.

Apapun yang kita berikan kepada anjing berupa makanan dan tempat, maka ia akan ridho.

Demikianlah selayaknya seorang yang tawadhu' dan qona’ah (merasa puas atas pemberian Allah), apapun yang Allah berikan kepada dirinya, walapun itu sedikit, maka ia selalu bersyukur.

Bila ia diberi banyak, maka ia tak pernah menyombongkan diri dan angkuh di hadapan hamba-hamba Allah.

Ketika anjing bersalah, lalu ia diusir dan pergi dari tempatnya, maka ia akan kembali ke tempatnya.

Ini adalah sifat orang-orang yang ridho dan setia. Lain halnya dengan manusia di zaman ini, bila ia bersalah, maka ia akan bertahan pada posisinya dan siap melakukan perlawanan dengan segala cara. Dia tidak pergi untuk berpikir, lalu meminta maaf kepada orang yang ia zhalimi dan berbuat salah kepadanya.

Ia sudah tahu dirinya bersalah, tapi tetap mencari-cari pembenaran dan keras kepala.

Kadang orang yang seperti ini pergi, bukan untuk berpikir dan kembali dalam keadaan sadar, tapi ia pergi demi menyusun strategi dan makar.

Adapun anjing, tak demikian halnya; ia akan pulang ke kandangnya dengan tenang dan pelan.

Keutamaan lain, bila anjing kita usir dan pukul, lalu dipanggil kembali, maka ia akan menyambut panggilan, tanpa rasa dendam.

Ini adalah sifat orang-orang yang patuh. Orang yang diusir dan dijauhkan dari rahmat Allah, akibat maksiat yang ia lakukan, bila pada dirinya masih ada kebaikan, maka ia akan segera kembali kepada Allah -Azza wa Jalla- dan memohon ampunan-Nya, bukan semakin jauh dalam maksiatnya.

Oleh karenanya, seorang yang berakal saat ia bermaksiat, maka ia tidak boleh berpegang dengan prinsip konyol yang berbunyi "Terlanjur basah"!!

Tapi ia segera sadar dan berhenti. Ia berusaha memperbaiki diri dan mencari kekurangan dirinya.

Demikian pula seorang anak yang diusir oleh kedua orang tuanya, maka hendaknya jangan semakin menjauh dan durhaka, tapi hendaknya ia kembali kepada mereka untuk meminta maaf dan mencari keridhaannya, tanpa ada perasaan dendam kepada mereka, walaupun mereka pernah memukul dan menyakiti hati kita.

Apalagi orang tua biasanya berbuat demikian karena untuk kebaikan kita juga.

Perkara lain yang membuat kita takjub kepada anjing, bila waktu makan telah datang dan semuanya terhidang, maka ia akan duduk atau berada di tempat yang jauh demi mengharap sesuap nasi.

Begitulah ciri para masakin (orang-orang miskin), mereka selayaknya memiliki adab saat bertamu, bukan berbuat tak sopan dan melanggar tata krama.

Bahkan seorang miskin harus menjaga adab dan sifat malunya, jangan terlalu lancang sehingga orang pun akan jengkel kepadanya.

Sebagian orang-orang miskin kadang tidak memperhatikan waktu-waktu bertamu di sisi orang lain, misalnya : si miskin peminta-minta datang pada waktu-waktu istirahat, atau saat kedatangan tamu dan kerabat, dimana saat itu tuan rumah sibuk melayani tamu dan bercengkerama dengan para tamu.

Ada yang lebih parah dari itu, saat tuan rumah lalai, mereka manfaatkan waktu untuk mencuri!! Sudah miskin, kurang ajar lagi!!!

Anjing juga memiliki ketulusan kepada orang lain. Bila ada seorang yang datang dari suatu tempat, sambil membawa sesuatu, maka anjing itu akan menyertainya, tanpa melirik kepada barang bawaan orang itu.

Ini merupakan lambang ketulusan. Sifat ini seyogianya ada pada diri kaum muslimin.

Setiap kali ia menyertai orang lain dalam sebuah urusan atau perjalanan, maka semestinya ia selalu berlaku tulus dalam membantu urusannya.

Seorang mukmin hendaknya menghindari ungkapan "ada udang di balik batu".

Orang yang memegang ungkapan ini sebagai prinsip hidup, ia tak akan bekerja dengan tulus hati bersama kita.

Orang yang seperti ini tak layak jadi pendamping, apalagi menjadi pemimpin!!

Diantara keistimewaan anjing, ia mengenal pemiliknya serta tempat tinggalnya.

Inilah selayaknya sifat yang dimiliki oleh seorang hamba di hadapan Allah.

Dia selalu mengenal dan mengingat Rabb-nya, baik di kala ia susah, maupun senang serta sadar bahwa suatu saat ia akan kembali kepada Allah di akhirat.

Ia selalu mengingat kampung halamannya (negeri akhirat). Ia sadar bahwa ia akan pulang ke negeri kekal abadi, yang di dalamnya ada banyak kenikmatan dan kesenangan bagi mereka yang membawa bekal berupa pahala amal sholihnya.

Inilah sebagian sifat dan keistimewaan anjing yang terkadang sirna pada kebanyakan manusia yang lalai terhadap ketaatan kepada Penciptanya, Allah -Ta'ala-, sehingga anjing pun lebih mulia dibandingkan mereka. Nas'alullahal afiyah was salamah.

Sumber: https://abufaizah75.blogspot.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar